Gelar Pendidikan

 Gelar pendidikan adalah gelar yang didapatkan seseorang yang telah menyelesaikan studinya di sebuah universitas. Julukan sarjana, magister, doktor adalah julukan gelar yang dibuat oleh universitas untuk menunjukkan jenjang studi maupun sebagai penghargaan. Misalnya untuk S1 dijuluki sarjana, S2 dijuluki magister, S3 dijuluki doktor, dsb. Ada pula gelar yang lain seperti doktor honoris causa, profesor dan guru besar. Gelar pendidikan atau gelar akademik menandakan adanya penguasaan seseorang dalam bidang keilmuan tertentu walaupun anggapan ini tidak mutlak benar adanya.

Di jaman kakek nenek kita dahulu. seseorang yang mendapatkan gelar pendidikan tentu sangat membanggakan bahkan anggapan ini masih ada sampai saat ini karena tidak semua orang bisa mendapatkan gelar pendidikan. Jangankan untuk mendapatkannya, mengakses pendidikan saja terbilang susah. Namun setelah saya melihat data dari Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) jumlah mahasiswa semakin meningkat dari tahun 2016 sebanyak 6,15 juta hingga setahun setelahnya naik 25,73 persen menjadi 7,74 juta. Bahkan, Badan Pusat Statistik mencatat tahun 2021 jumlah mahasiswa di Indonesia sebanyak 8.956.184 naik 4,1 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 8.603.441 orang. Dengan adanya gelar pendidikan, seseorang akan mendapatkan prestise di lingkungan masyarakat dan di lingkungan kerja dibanding seseorang yang tidak memiliki gelar pendidikan.

Melihat fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi dari gelar pendidikan adalah untuk memobilitas status sosial seseorang di lingkungan masyarakat. Selain itu, fungsi lainnya adalah untuk mempermudah mencari pekerjaan. Seseorang yang bergelar cenderung punya tingkat bargaining yang lebih tinggi di tempat kerja dibanding yang tidak memiliki gelar. Namun sekali lagi anggapan tersebut tidaklah mutlak benar.

Taqlid Buta Atas Gelar Pendidikan

Disamping dampak positif yang ditimbulkan oleh gelar pendidikan, nampaknya gelar pendidikan juga membawa pengaruh negatif kepada masyarakat. Terlebih lagi, pengaruh ini menjangkiti masyarakat yang tinggal di pedesaan. Penyakit taqlid buta yang disebabkan kurangnya informasi sekaligus pengetahuan masyarakat terhadap sesuatu. Gelar pendidikan ini layaknya seperti virus yang menjangkiti masyarakat sehingga menjadi taqlid buta atas kehadirannya.

Kita melihat era di jaman kakek nenek kita dahulu, yang mana masih sedikit orang yang mengenyam pendidikan secara formal hingga perguruan tinggi. Contoh kasus ini saya mengambil di pedesaan. Kakek nenek dahulu pernah bercerita bahwa lulusan sarjana di desa itu bisa dihitung dengan jari bahkan ada juga desa yang tidak memiliki lulusan sarjana.

Sehingga pada waktu itu, orang yang memiliki gelar pendidikan adalah orang yang berjaya. Alhasil banyak para orang tua dahulu ingin anaknya menempuh pendidikan formal sampai menjadi sarjana. Bagaimana tidak, orang dengan gelar pendidikan selalu dicitrakan seseorang yang sukses dalam hal materi. Jika masyarakat sudah masuk dalam pemikiran tersebut maka sudah dipastikan bahwa mayoritas masyarakat menganggap gelar pendidikan adalah kunci kejayaan.

Pergeseran Makna Gelar Pendidikan

Semakin canggih teknologi dan informasi, maka lambat laun pemahaman masyarakat tentang gelar pendidikan mengalami perubahan. Jika dahulu masyarakat menganggap gelar pendidikan adalah kunci kejayaan, maka masyarakat sekarang lebih terbuka lagi bahwa kejayaan itu tidak ditentukan oleh gelar pendidikan. Bahkan ada beberapa contoh kasus orang yang bergelar justru berperilaku layaknya orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan, ia justru melakukan tindakan-tindakan demoralitas, misalnya seperti:

1. Dr. Shiro Ishii, Ph.D.

Sebagai dokter lulusan Universitas Kyoto yang terkenal dengan kecerdasannya justru dikenal sebagai dokter yang masuk dalam kategori dokter terkejam dan paling sadis di dunia karena eksperimennya yang tidak manusiawi. Padahal profesi dan gelar dokter adalah profesi yang cukup mulia karena mampu membantu orang lain. Shiro Ishii yang memegang titel dokter ini justru membuat nama baik seorang dokter mendapat kredit buruk di mata masyarakat, baik lokal maupun internasional.

2. Dr. Azahari bin Husin, Ph.D.

Dikenal sebagai insinyur, Azahari justru menjadi orang dibalik Pengeboman konsulat Filipina 2000, Bom Bursa Efek Jakarta, Bom Malam Natal 2000, Bom Plaza Atrium 2001, Bom Gereja Santa Anna dan HKBP 2001, Bom Tahun Baru 2002, Bom Bali 2002, Pengeboman Makassar 2002, Bom Bandar Udara Soekarno-Hatta 2003, Bom JW Marriott 2003, Pengeboman bus Poso 2004, Pengeboman pasar Tentena 2005, Mutilasi 3 siswi Poso, dan Bom Bali 2005.

Bagaimana mungkin bisa seorang doktor yang telah merasakan pendidikan melakukan tindakan-tindakan amoralitas? Padahal salah satu tujuan dari pendidikan adalah untuk mencegah tindakan seperti itu.

Nah, dua contoh diatas mungkin bisa menjadi gambaran dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya. Silakan dicermati di lingkungan sendiri-sendiri.

Sebenarnya penyebab masyarakat terdahulu memiliki pemikiran yang positif tentang gelar pendidikan ialah karena kurangnya masyarakat mendapat informasi yang kontradiktif. Sehingga masyarakat tidak memiliki timbangan untuk menilai.

Gelar Pendidikan Gelar Pendidikan Reviewed by Isra Yuwana Tiyartama on January 05, 2024 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.