
Siapa sih yang nggak pernah melihat atau bahkan mendengar salah satu kelimat yang populer di kalangan masyarakat Indonesia? Yups, kalimat "Tidak Boleh Mengandung SARA" memanglah cukup populer di Indonesia. Salah satu contoh hal ini bisa dibuktikan dalam ajang perlombaan di bidang akademik. Seringkali persyaratan perlombaan mencantumkan peraturan "Tidak boleh mengandung unsur SARA". Namun penggunaan istilah ini apakah sudah benar adanya? Mari kita cek
Sebagai contoh yang terdapat pada poster ini [klik disini]. Di dalam poster tersebut disebutkan bahwa ada larangan menggunakan unsur SARA sedangkan tema lombanya adalah "Cara Menghadapi Krisis Diri dengan Memaknai Hidup". Padahal dengan tema tersebut kita bisa mengangkat konten yang kaitanya dengan agama, karena kita tahu bahwa agama adalah salah satu pedoman hidup setiap manusia yang meyakininya. Dengan adanya pelarangan menggunakan unsur SARA berarti kita tidak boleh mengangkat konten yang berbau agama. Hal ini lantas menjadi kebingungan tersendiri bagi kita. Lucu lagi jika ada poster lomba dengan tema kebhinekaan tetapi ada peraturan tidak boleh mengandung unsur SARA. Padahal unsur kebhinekaan pondasinya adalah SARA.
Seringkali singkatan SARA selalu disalahpahami, SARA seolah - olah bernuansa negatif. Padahal SARA sendiri adalah kepanjangan dari suku, agama, ras dan antar golongan. Pertanyaannya, dimana letak negatifnya? Tidak ada. Persepsi negatif itu muncul ketika kalimat "Dilarang mengandung unsur SARA" digaungkan dimana - mana.
Seharusnya frasa tersebut diperbaiki, misalnya seperti "Dilarang mendiskreditkan SARA", "Tidak boleh menentang unsur SARA", "Dilarang menjelek - jelekan unsur SARA". dan masih banyak lagi
Dengan adanya permasalahan ini yang sudah terlanjur menjadi kebiasaan. Penulis mengajak kepada seluruh pembaca untuk mencermati dan memahami makna kalimat yang sering berseliweran di lingkungan sekitar. Penulis juga sangat yakin masih ada kalimat - kalimat yang tidak sesuai konteks di dalam masyarakat.
No comments: